Prologue Serial Perjalanan ke Finland & Switzerland – Singapore Transit

Dari Sudut Nordic Countries Hingga Konfederasi Switzerland – Prologue

Mesin jet ganda di sayap Airbus 320-200 hanya membutuhkan sekitar dua jam lebih untuk menembus jarak sejauh 1.242 km dari Yogyakarta. Jarum-jarum jam di tanganku masih menunjukan pukul 9:40 ketika kaki mulai menapaki lantai salah satu apron Changi Airport. Berbekal cap visa on-arrival di halaman passport yang masih bersih setelah kuperbarui setahun silam, kaki melengang ringan meninggalkan antrian mengular di Immigration Check. Mengambil carrier di baggage conveyor pun hanya membutuhkan waktu sebentar untuk sekedar berdiri menunggu. Namun, langkahku sedikit tersendat di customs and baggage checks. Sebentuk citra benda berbahan metal tertangkap X-ray memicu kecurigaan security, membuat mereka memintaku berhenti dan membuka carrier. Ternyata, kecurigaan mereka tertuju pada citra berbentuk pisau didalam tas, sebuah multi-tools yang memang sengaja kubawa untuk survival kit. Tujuan kepergianku yang salah satunya adalah mengikuti kegiatan camping di alam bebas menjadi penjelasan logis alasanku membawanya. Setelah mereka merasa yakin, multi-tools buatan perusahaan di Portland-Oregon itu pun akhirnya kembali masuk ke kantong peralatan dalam carrier.

01 Picture

Meninggalkan terminal kedatangan dan customs gate, gerai fast-food terminal 1 changi menjadi tempatku menghabiskan waktu di wilayah yuridiksi negara yang telah terkenal sebagai pelabuhan dagang semenjak pendudukan Britania di abad 19 ini. Sendirian, hanya ditemani jaringan free wi-fi yang timbul tenggelam dan secangkir kopi panas. Obrolan singkat melalui fitur percakapan salah satu media sosial online satu bulan silam kembali terpapar dalam benak. Percakapan singkat dengan Marc di senja 8 Mei 2014 yang tak pernah terbayangkan hingga berkali-kali kembali kubaca karena masih tak mempercayainya. “I am just thinking of trying to get you over to switzerland soon… and helsinki, how is your schedule?… as a representative of lifepatch and HLab14 yogya… as well as talking about landscape indonesia,” ujar Marc melalui deretan aksara membentuk kalimat digital. Tawaran yang tak mungkin kutolak dan akhirnya membawaku ke salah satu sudut pulau di pengujung Semenanjung Malaka ini. Hanya untuk sekedar singgah, menunggu malam dan melanjutkan perjalanan selama 12 jam menembus jarak sejauh 9.267 km menuju Helsinki, Finlandia.

Senyum tersunging ketika mata tertumbuk pada passport di atas meja yang kembali menggiring benak bertemu fragmen kejadian 2 minggu lalu. Saat ketika rasa panik sangat erat menyelimuti diriku. Diantara sisa waktu yang semakin pendek, aku harus menghadapi permasalahan pada jadwal interview untuk pengajuan visa Schengen. Sangat padatnya jumlah pemohon visa menyebabkan hari tercepat yang bisa kudapatkan adalah satu minggu lebih lambat dari hari keberangkatanku. Sehari penuh berusaha mencari jalan keluar dengan menelpon kantor perwakilan pengurusan visa untuk kedutaan Perancis dan Switzerland pun tak membuahkan hasil, jawaban yang kuterima hanyalah silahkan menunggu bilamana ada pembatalan janji interview dari para pemohon visa lainnya. Setelah menemui berbagai jalan buntu, membuatku terpaksa melayangkan surat digital pada Marc karena hanya bisa berharap bantuan dari Hackteria international Community sebagai pengundang. Hanya perlu satu malam! Pagi di hari selasa yang masih sangat muda terasa sangat cerah di mataku. Kutatap layar handphone yang menampilkan deretan kalimat sebagai pesan singkat tak percaya, hingga membuatku sedikit terloncat dari tempat tidur, “Atas permintaan Kedutaan Switzerland, jadwal interview anda telah kami rubah menjadi tanggal 26 Mei 2014. Terima Kasih.” Tak hanya itu, proses visum di kedutaan pun berjalan sangat cepat, kuhanya perlu menunggu selama 1 x 24 jam dan paspor yang lengkap dengan sticker visa telah dapat kubawa pulang keesokan harinya.

……………………………………………….

Udara dingin air conditioning menggigit dengan taringnya yang tajam hingga menembus t-shirt yang kukenakan, membangunkanku yang tanpa sadar telah tertidur di salah satu sudut airport. Meski masih belum benar-benar terbangun, kupaksakan melangkahkan kaki sambil tertatih membawa bagpack menuju smoking area yang hanya terbatas dinding kaca dari tempatku dibelai mimpi. Waktu terasa sangat cepat berlalu. Langit telah sepenuhnya gelap ketika kubakar batangan nikotin pertamaku di ruang terbuka tempatku menghabiskan waktu bersama beberapa staf airport yang terlihat letih. Batang demi batang telah habis terbakar ketika jarum jam ditangan menunjukkan waktu hampir jam 9 malam. Kuangkat tubuh ini, kembali kupanggul carrier 50 liter seberat 23 kg di punggung dan mulai langkahkan kaki menuju Finn Air early check-in di lantai 2 terminal 1 Changi. Hanya perlu waktu sebentar setelah menyerahkan carrier di airlines luggage drop, kaki kembali melangkah menelusuri central plaza menuju ke sayap barat hingga berakhir di taman terbuka. Tentu saja tanpa perlu dipertanyakan lagi, smoking arealah yang kembali kupilih sebagai tempat untuk menunggu. Disinilah kupuaskan bertemu dengan batangan-batangan nikotin sambil mempersiapkan beberapa bahan presentasi di laptop sebelum melanjutkan perjalanan panjang yang akan dimulai satu setengah jam mendatang.

02 Picture

Tepat jam sebelas kurang sepuluh menit, panggilan boarding flight AY 082 telah menggema di setiap dinding, memanggilku segera mengemas barang dan beranjak dari tempat duduk. Pelan kaki melangkah melalui lorong-lorong sepi dan ruang-ruang tunggu apron yang kosong hingga tiba di gate 21, apron di ujung sayap barat sebagai pintu bagiku meninggalkan Singapura dan memulai perjalanan menuju ke negeri yang belum pernah kubayangkan sebelumnya. Sekali lagi kutemui protokoler security check yang super detail. Dimulai dari kecocokan nama boarding ticket dan paspor, memisahkan peralatan elektronik dan barang berharga dari dalam tas, hingga melepas sepatu boot usangku untuk ikut dipindai melalui X-ray scanning machines secara terpisah. Setelah beberapa menit menunggu, akhirnya panggilan memasuki kabin sebagai awal petualanganku pun dikumandangkan ground staff dan membuatku sedikit berdebar. Pelan kulangkahkan kaki melalui apron hingga memasuki pintu kabin Airbus A340-300, burung besi raksasa yang selama 12 jam tanpa henti akan membawaku bersama 260 penumpang lainnya sejauh 9.267 km menuju ke salah satu kota di sudut northern countries, Helsinki. Perjalanan panjang sebagai pintu bagiku untuk bertemu dan bersentuhan langsung dengan gurat wajah kebudayaan lain yang biasanya hanya bisa kubaca ataupun kudengar lewat kisah perjalanan para sahabat.