Works as co-writer for Erda Rindrasih short article about kids growth development and their needs of activities space within the city development tendencies
(2007)
Di Mana Tempat Bermainku
By Erda Rindrasih (Co-writer: Wisnu Wisdantio)
KabarIndonesia – Penataan kota saat ini telah menorehkan kegetiran bagi anak anak kita. Bagaimana tidak? Telah banyak tempat yang direbut dengan paksa oleh kepentingan uang dan raksasa yang dikenal dengan “pembangunan”. Tanah lapang dan pohon pohon rindang di permukiman berubah menjadi si angkuh dengan wajah kotak kotak dan berpagar tinggi. Perubahan raut muka kota, baik kota kecil maupun kota menengah yang tidak lagi menyediakan ruang bagi anak anak untuk bermain sesungguhnya adalah mematikan generasi manusia secara pelan pelan.
Saya masih ingat, ketika seorang teman saya pulang dari luar negeri setelah lebih dari lima tahun meninggalkan kampung, pertanyaan pertama yang dia ajukan pada saya adalah, ”Dimana pohon nangka yang dulu?. Saya jadi tak sanggup menjawabnya. Pohon nangka itu jangankan buahnya, sisa humusnya saja mungkin sudah tidak nampak, berganti dengan perkantoran luas dan parkir mobil. Dahulu saya dan teman teman sering bermain di bawah pohon nangka itu ketika terang bulan, karena saat itu belum ada listrik yang masuk ke kampung saya di pinggiran kota kecil di Bantul, Yogyakarta. Hal inilah yang membuat saya berfikir, dimanakah tempat bermain bagi anak anak kecil sekarang, sedangkan semua tempat sudah tertutup oleh karpet keras yang disebut aspal dan konblok.
Kita tidak bisa pungkiri bahwa kebutuhan ruang (space) bermain untuk anak merupakan sesuatu yang mutlak. Anak anak membutuhkan ruang luas di sekitar tempat tinggalnya untuk dapat bersosialisasi dengan alam dan lingkungan sosialnya. Permainan anak tradisional ternyata lebih efektif untuk transfer ilmu, dan melatih mereka pada kepedulian, toleransi, kerjasama dan persatuan. Namun saat ini permainan tradisional anak sudah tidak lagi dimainkan seperti dulu.